Lplh-indonesia.com,Jakarta – Tidak main main gerakan Gakkum KLHK pengupayakan Penegakkan Hukum di bidang Lingkungan hidup.
Ditjen Gakkum KLHK telah menyerahkan berkas kasus pertambangan ilegal yang di kawasan Hutan Lindung Lubuk Besar Bangka tengah Kepulaun Bangka Belitung, berkas dan barang bukti sudah lengkap hingga ditetapkan tersangka A (44 tahun), secara resmi melalui video konferensi.4/6/2020 yang lalu.
Yazid Nurhuda Direktur Penegakan Hukum Pidana di Kantor Ditjen Gakkum di Jakarta dan PPNS Seksi III Balai Gakkum Wilayah Sumatera di Gakkum di Bangka, menyerahkan secara resmi melalui video konferensi kepada Kepala Satuan Tugas SDA-LN Kejaksaan Agung RI di Kantor Kejagung di Jakarta, Kepala Kejaksaan Negeri Bangka Tengah di Kantor Kejari Bangka Tengah, Kota Bangka. Tersangka A mengikuti secara online dari Cabang Rutan Bareskrim Polri di Jakarta.
“Ditjen Gakkum akan selalu berkomitmen untuk terus menegakkan hukum dan menyelamatkan sumber daya alam dan lingkungan dari kerusakan. Kami akan terus mengambangkan dan mengejar pelaku lainnya untuk kasus ini,” kata Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana Ditjen Gakkum KLHK, 9/6/2020.
Pengungkapan penambangan ilegal di Hutan Lindung Lubuk Besar, Desa Beriga, Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tengah Provinsi Kepulaun Bangka-Belitung. Berawal dari laporan masyarakat pada Januari 2020 yang lalu ada kegiatan penambangan dengan pengalian, mengambilan
memindahkan tanah uruk atau tanah puru di kawasan hutan lindung yang dilakukan oleh A.
Atas dasar laporan dan keterangan diterima hingga dilakukan pengecekan lapangan dan bukti sudah cukup, UPTD KPH Sungai Sembulan melapor ke Pos Gakkum Seksi Wilayah III Balai Gakkum Wilayah Sumatera, di Bangka. Berdasarkan laporan itu, penyidik Ditjen Gakkum bertindak dengan mengumpulkan bahan dan keterangan di lokasi, penyidik memastikan tersangka A telah menambang di kawasan Hutan Lindung Lubuk Besar tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (Ippkh) tanpa dokumen yang Syah dari Menteri LHK, hingga penambangan yang dilakukan menyebarkan kerusakan lingkungan.
Penyidik menjerat tersangka A menggunakan 2 (dua) undang-undang dengan berkas perkara berbeda untuk memaksimalkan penegakan hukum yang memberikan efek jera.
Menggunakan Undang-Undang No18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 89 Ayat 1 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan dengan maksimum Rp 100 miliar.
Berkas kedua menggunakan Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 98 Ayat 1 dan/atau Pasal 99 Ayat 1 Jo. Pasal 69 Ayat 1 Huruf a dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimum Rp 10 miliar.(Team Lplh)