Lplh-indonesia.com,Pangkalpinang, Babel – Perusahan yang bergerak dalam bidang leasing tidak dibenarkkan melakukan penarikan sepihak terhadap Objek Benda yang di perjanjikan, hal ini tertuang dalam UU No.42 Thn.1999, Perkapolri No.8 Thn.2011 serta Peraturan MK nomor 18/PUU-XVII/2019 Tanggal 6 Januari 2020.
Hal tersebut dialami oleh salah satu debitur di kota Pangkal Pinang, yang mana oleh Debt Collektor kendaraan miliknya di rampas secara paksa dan sepihak sehingga menimbulkan kerugian yang berujung pada perbuatan Pidana yang melawan Hukum.
Seperti yang diketahui bahwa Debt Colektor diberikan tugas oleh pihak leasing untuk melakukan eksekusi secara sepihak untuk menarik kendaraan yang sudah dianggap telah terjadi Wanprestasi tanpa melalui prosedur yang sudah dituangkan dalam Kontrak serta UU yang berlaku. seperti yang dialami oleh Alfa sabbih Firdausi selaku Debitur leasing Clipan Finance beralamat Jalan Koba-Bangka Tengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 3/11/2020 yang lalu yang mengalami penarikan kendaraan secara paksa dan sepihak.
Menyikapi permasalahan tersebut, kuasa hukum korban Alfa sabbih Firdausi selaku Debitur Leasing Clipan Finance Agus Purnomo, SH dan Aris Sucahyo, SH dari ” lawoffice BINTANG & PARTNERS” mengungkapkan kepada Wartawan dalam Konfernsi Pers yang dilaksanakan pada Kamis, 17/12-2020.
Agus Purnomo,SH menjelaskan kepada Awak Media bahwa tindakan penarikan terhadap kendaraan Kliennya merupakan murni tindak pidana, dimana dalam proses penarikan yang dilakukan Leasing Clipan sudah tidak dibenarkan lagi. proses yang sudah disepakati bersama antara kreditur dan debitur dituangkan dalam kontrak yg dikeluarkan oleh pihak clipan finance.
Bunyi kontrak yang disepakati dan di tuangkan pada pasal 21 & 22 yang berbunyi apabila dalam perjanjian telah terjadi Wanprestasi diantara kedua belah pihak Kreditur dan Debitur, maka berdasarkan Perjanjian pokok antara Kreditur dan Debitur dijelaskan bahwa dalam kontrak sudah jelas mengatakan apabila terjadi Wanprestasi maka akan di lakukan Musyawarah untuk Mufakat, apabila penyelesain masalah diluar pengadilan tidak ada kesepakatan maka para pihak sepakat dan setuju memilih domisili Hukum ke Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pangkal Pinang, ujar Agus.
Lanjut Agus lagi secara hukum dirinya menilai bahwa pihak Leasing Clipan dalam hal ini telah melangar kesepakatan bersama sekaligus melangar aturan yang sudah ditetapkan dalam UU No.42 Thn 1999, Perkap No.8 Thn 2011 serta Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.18/PUU-XVII/2019 Tanggal 6 Januari 2020.
Dalam UU No.42 Thn 1999 sudah jelas mengatur tentang proses penarikan unit yang di perjanjikan dengan tetap berlandaskan kepada Peraturan Kapolri No.8 Thn.2011 tentang pendampingan pihak Kepolisian dalam melakukan eksekusi yang dilakukan oleh pihak leasing setelah mendapat penetapan dari Pengadilan.
Sedangkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.18/PUU-XVII/2019 Tanggal 6 Januari 2020 dikatakan bahwa penarikan unit kendaraan secara sepihak atau paksa, tidak dibenarkan jika tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak, dan wajib berdasarkan putusan pengadilan yang di tunjukkan kepada kreditur jelas Agus.
Ditambahkan juga oleh salah satu Kuasa Hukum Korban, Aris Sucahyo, SH terkait proses melaksanakan perjanjian berdasarkan UU No.42 Thn 1999 tentang Fiducia serta mengacu kepada PP 21 Thn 2015 dimana dalam jangka waktu 1 bulan harus Wajib didaftarkan, antara Akta Fiducia dan Pencatatan Fiducia harus sama lahir pencatatannya, ungkap Aris.
Sambung Aris, berbicara terkait aturan dalam pembuatan Kontrak Fiducia harus tercatat di depan Notaris dan wajib kedua belah pihak hadir didepan Notaris.
” Berbicara soal aturan berarti wajib dihadapan Notaris, disini kita harus mengkaji apakah akta yang dibuat sudah benar – benar didepan Notaris dan dihadiri kedua belah pihak serta Notaris yang membuat kontrak tersebut harus berada di wilayah hukum Debitur,” urai Aris.
Kalupun telah terjadi kontrak didepan Notaris namun tidak sesuai dengan prosedur yang saya sampaikan tadi maka ini jelas tidak mempunyai kekuatan Eksekutorial atau dapat dikatakan pembuatan akta dibawah tangan dan secara hukum dapat di katakan cacat demi hukum, tegas Aris lagi.
Adapun Eksekusi yang diamanahkan dalam UU 42 Thn 1999 tentang Fiducia tidak pernah ada mengharuskan tindakan perampasan, namun eksekusi yang dimaksud dalam pasal 15 UU No.42 Thn 1999 tentang Fiducia adalah Pelelangan bukan perampasan atau penarikan sepihak.
Menurut Aris Sucahyo, SH, ada aturan main dalam masalah ini pertama Permenkeu No.130 dimana dilarang melakukan penarikan tanpa menunjukan Jaminan Fiducia kepada Debitur, Kedua Keputusan MK No.18/PUU-XVII/2019 Tanggal 6 Januari 2020 dimana mengembalikan marwah kewenangan kehakiman dengan UU Kehakiman No.48 Thn.2019 tentang kekuasaan Kehakiman untuk melakukan Eksekusi melalui juru sita pengadilan (Panitera), serta Peraturan Kapolri No.8 Thn.2011 tentang pendampingan Eksekusi..
Terkait adanya statmen dari salah satu staf leasing Clipan Finance yang menyatakan kalau perusahaan mereka telah melaksanakan eksekusi sesuai SOP dan aturan OJK, dibantah keras oleh Aris bahwa SOP dan aturan OJK mana yang sudah dijalankan oleh pihak Leasing Clipan Finance?
Berdasarkan Aturan OJK No.29 Thn 2014 pasal 5 mengharuskan pihak ekternal atau Debt Kolektor wajib melegalitaskan profesi dan terdaftar di OJK terkait Sertfikasi Profesi yang di keluarkan oleh OJK.
eksekusi menurut Fiducia adalah ketika eksekusi dilakukan harus didahulukan penerima fiducia bukan penarikan, tutur aris.
Kepada pihak Kepolisian diharapkan untuk cerdas dalam menyikapi permasalahan ini, polisi diharapkan mana kasus yang menjadi tanggung jawab pihak kepolisian sebagai penegak hukum dan mana ranah Kehakiman (Pengadilan).
Dengan adanya kasus yang menimpa Kliennya, Kuasa Hukum Debitur Alfa Sabbih Firdausi, Agus Purnomo, SH dan Aris Sucahyo, SH akan menindak lanjuti masalah ini dengan serius, sebab akan mengirimkan surat ke pihak – pihak terkait diantaranya Lembaga Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) agar kasus ini bisa di tindak lanjuti sesuai dengan aturan dan Hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
” Kasus ini akan kami tindak lanjuti dengan menyurat ke pihak – pihak terkait seperti OJK dan BI agar kasus ini dapat di tindak lanjuti sesuai aturan dan Hukum yang berlaku di NKRI, ” tutup Agus Purnomo, SH. (Tim)