Lplh-indonesia.com,Kampar (Riau):
Pembukaan perkebunan kelapa sawit di daerah riau terus meningkat bukan saja kawasan hutan HPT dan Hutan Lindung yang berubah pungsi menjadi perkebunan kelapa sawit namun daerah DAS dan jalur hijau juga telah banyak berubah pungsi menjadi perkebunan kelapa sawit.
Hasil investigasi LSM Lingkungan Hidup AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) ke Salah salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit di Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau menemukan bahwa sepanjang jalur sungai kampar di tanami pohon sawit milik PT.Peputra Maha Raya yang merupakan daerah DAS dan jalur hijau dan sebagian juga adalah lahan gambut yang di tanami sawit yang harus di jaga kelestarianya dan keasrianya.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup Soni,SH mengatakan bahwa tanaman sawit di daerah DAS dan jalur hijau itu di larang dan harus di ganti oleh tanaman kehidupan atau tanaman penyangga yang berakar tunjang agar tetap bisa menjaga dan menahan air pada saat musim kemarau agar dapat menjaga air yang berguna untuk lingkungan sekitarnya dan berguna untuk menahan permukaan tanah dari longsor jika sungai besar minimal 100 meter dari bibir sungai dan bila sungai kecil aturanya 50 meter dari bibir sungai dan bila masih tetap di tanami hal tersebut telah melanggar ketentuan yang sebagaimana telah di atur dalam undan-undang dan peraturan pemerintah pusat dan daerah.
“Sebab tanaman sawit yang berakar serabut sangat rakus dengan air berbeda dengan dengan tanaman kehidupan yang berakar tunjang itu sebabnya setiap tanaman sawit yang tumbuh di aliran sungai tumbuh subur,”ungkap Soni.
Menurut Soni,untuk memberikan efek jera kepada perusahaan yang melanggar ketentuan peraturan pemerintah seperti menanami sawit di sepanjang aliran sungai dan jalur hijau itu bertentangan dengan Pasal 9 UU No.23 Tahun 2011 Tentang Sungai dan dapat dipidana dengan Pasal 42 ayat (1) UU No.23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
‘Barang siapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan atau melakukan perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.0000,- (Seratus Juta rupiah),”jelas soni.
Pada pasal 3 UU No.41 tahun 1999 Tentang Kehutanan,dengan terjadinya penurunan daya dukung Daerah aliran Sungai (DAS) yang di cirikan dengan tejadinya banjir,tanah longsor, erosi, sendimentasi dan kekeringan yang mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat.
Dengan masuknya laporan pengaduan ke KLHK Pusat dari Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup dengan di Tebuskanya juga ke DLHK Provinsi Riau dan BPDHSL Indragiri rokan di Pekanbaru agar dapat menindak lanjuti terkait adanya pelanggaran ini secepatnya agar kerusakan lingkungan hidup di riau tidak terus bertambah,apalagi sekarang akan masuk musim kemarau,”terangnya.
Dan kita meminta agar tanaman sawit di sepanjang jalur sungai kampar dan jalur hijau yang di tanami oleh PT.Peputra Maha Raya harus di ganti dengan tanaman kehidupan yang berakar tunjang.
“Bila mana pihak pemerintah pusat maupun daerah lamban dalam menyikapi permasalahan ini kami dari dari LSM Lingkungan Hidup akan melakukan gugatan Legal Standing terhadap PT.Peputra Maha Raya.
Sesuai dengan UU No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup (UU PPLH) Bahwa Dalam Rangka Pelaksanaan Tanggung Jawab Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup organisasi Lingkungan Hidup Berhak Mengajukan Gugatan Untuk Kepentingan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup,”tutup Soni….Bersambung.(Team Redaksi)