Kutai Kartanegara:
Kegiatan pertambangan tanpa izin (Peti) akibat ada pembiaran serta minimnya pengawasan dari pihak berwenang. Selain itu pula diduga tidak memiliki Izin bongkar muat batu bara.
Kegiatan bongkar muat batubara diduga milik Milik H. Sahli Himawan tersebut, ke sebuah tongkang di Desa Sebulu Modern Kabupaten Kutai Kertanegara, Provinsi Kalimantan Timur, dilakukan dipelabuhan atau Jetty yang tidak mempunyai izin TERSUS ( terminal Khusus ) atau TUKS ( terminal untuk kepentingan sendiri ) dari Kementerian Perhubungan RI.
Malah informasi yang awak media dapatkan bahwa H.Sahli Himawan bukan saja menambang ilegal di wilayah Sebulu Modern saja tetapi di wilayah Kedang Ipil, Ambalut juga Selerong.
Dari pantauan awak media di lokasi muat bongkar batubara tersebut, tidak menggunakan Safety Instrumen (Coal Handling System).
Padahal Coal Handling System itu yakni, terdiri dari beberapa peralatan yang digunakan yaitu ship unloader, conveyor, transfer tower, magnetic separator, stacker, coal crusher. Safety instrumen merupakan suatu alat pengaman yang digunakan pada sistem yang pengaman. Sistem pengaman pada batu bara pada saat bongkar muat.
“Jadi besar dugaan aktifitas pemuatan di sebuah Jetty patut di duga tidak memiliki izin Tersus atau Tuks sebagaimana mestinya itu terlihat dari pantauan tim awak media Kamis (30/03/2023)
Anehnya lagi kegiatan bongkar muat batubara dilakukan dengan menggunakan Ramp Door Tongkang, bukan menggunakan Conveyor Belt sebagaimana pelabuhan yang sudah memiliki izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dari perhubungan laut.
Saat awak media coba meminta keterangan pihak H. Sahli pemilik Batubara tersebut, yakni Hakim terkait kegiatan tersebut, mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan tidak ada yang salah,”ungkapnya
” Bahkan ia menantang dengan nada tinggi dan merendahkan awakmedia dengan gaya menantang.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 339 ayat (1)sangat tegas dijelaskan setiap pemanfaatan garis pantai untuk melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang, di luar kegiatan di pelabuhan, Tersus, Tuks, wajib memiliki izin, Dan jika melanggar ketentuan tersebut, ancamannya pidana penjara 2 tahun dan denda Rp300 juta.
Sementara saat Awak Media menemui Kepala Desa (Kades) Sebulu Modern Jumadil mengatakan, maraknya aktivitas Peti atau pertambangan ilegal ini akibat minimnya pengawasan pihak berwenang.Kondisi tersebut merugikan banyak pihak. Selain potensi kerusakan alam karena praktiknya tidak mengindahkan kaidah lingkungan dan aspek kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan (HSSE), Peti juga merugikan negara karena pelaku tidak membayar pajak kepada pemerintah daerah maupun pusat.
“Padahal, SDA yang ada di bawah permukaan tanah merupakan kekayaan yang dikuasai negara sehingga untuk dapat diusahakan perlu mendapat perizinan dari pihak yang berwenang,” tegas Kades.
Kades menambahkan bahwa, perizinan tambang rakyat saat ini masih sulit karena belum optimalnya komitmen dari pemerintah daerah dalam menetapkan Perda Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yaitu izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
“Besar dugaan adanya pembiaran dari pihak berwenang dan kurangnya pengawasan dari pihak terkait. Itu penyebabnya.
Kita meminta kepada pihak penegak hukum unuk dapat menindak siapa saja yang terlibat ilegal mining dalam usaha pertambangan yang tidak memiliki izin dari pemerintah daerah maupun pusat,”tutupnya.(Team Redaksi)