LplhIndonesia.com,Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendesak seluruh pengusaha sawit yang terindikasi berada dalam kawasan hutan, untuk segera memenuhi seluruh persyaratan perizinan sebelum 2 November 2023.
“Kita semua berharap pemenuhan persyaratan dapat diselesaikan sebelum batas yang ditetapkan, yakni 2 November 2023,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) KLHK Bambang Hendroyono pada acara Sosialisasi Penyelesaian Sawit dalam Kawasan Hutan, yang diikuti di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan tanggal 2 November 2023 menjadi batas terakhir, karena mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
UUCK, kata dia, yang saat ini telah menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 menyatakan bahwa penyelesaian perkebunan sawit dalam kawasan hutan, terbagi menjadi 2 klaster tipologi sesuai dengan pasal 110A dan 110B.
Dia menjelaskan kategori Pasal 110A adalah perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun, mempunyai izin usaha perkebunan, dan sesuai tata ruang pada saat izin diterbitkan, namun statusnya saat ini berada pada kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi.
“Hal ini terjadi dikarenakan adanya dispute (sengketa) tata ruang sebelum UU 26 Tahun 2007 dengan kawasan hutan,” ucapnya
Selain itu, ia juga menjelaskan Pasal 110B mengatur mengenai penyelesaian perkebunan kelapa sawit yang telah terbangun di dalam kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi namun tidak mempunyai perizinan di bidang kehutanan.
“Penyelesaiannya akan diselesaikan melalui pengenaan sanksi administrasi berupa kewajiban membayar denda administratif di bidang kehutanan,” sebutnya.
Dalam pelaksanaannya, KLHK dibantu oleh Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara (Satgas Sawit), yang tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 9 Tahun 2023 dan ditetapkan pada 14 April 2023 lalu.(Team LPLH)