Painan,Lplh-Indonesia.com :
LSM Lingkungan Hidup AJPLH (Aliansi Jurrnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) dan LPLH-Indonesia (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia) menyorot pasca terjadinya kebocoran limbah pabrik PT.Muara Sawit Lestari di Nagari Lunang Selatan Kecamatan Lunang Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat.
Soni.,S.H.,M.H.,C.Md Ketua Umum Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup dan Pendiri Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia Rabu 26/10/2023 chek langsung ke PT.Muara Sawit Lestari terkait pasca tercemarnya sungai lasi di lunang tersebut.
“Karena ada dua nagari yang langsung berdampak terhadap sungai lasi yang tercemar oleh limbah pabrik PT.Muara Sawit Lestari, yaitu nagari sindang lunang dan nagari lunang selatan,”ungkap soni.
Memang kejadianya Rabu 13/09/2023 dan sudah satu bulan lewat pada waktu limbah PT.Muara Sawit Lestari mencemari sungai lasi yang mengakibatkan banyaknya ikan dan habitat biota air yang ikut mati akibat tercemarnya limbah pabrik tersebut.
Kami dari LSM Lingkungan Hidup akan menyurati pihak PT.Muara Sawit Lestari agar mengganti ikan-ikan yang mati tersebut dengan bibit ikan yang baru, agar habitat ikan di sungai lasi seperti ikan guramai, ikan panjang, akan lele, Ikan gabus, akan puyu, ikan garing, ikan sangek, ikan nila tidak punah,”ucap soni
“Ya ini harusnya menjadi tanggung jawab pihak perusahaan agar mengganti ikan yang mati dengan bibit yang baru dan sebelum bibit ikan dimasukan kembali ke sungai lasi harus di chek dulu baku mutu tanah dan air masih ada tercemar tidak dengan limbah pabrik sebelumnya.
Dan ini sesuai dengan UU No.32 Tahun 2009 Pasal 1 angka 14 UU PPLH (Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) Pada dasarnya setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan serta melakukan pemulihan lingkungan hidup.
Sedangkan pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. Remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup);
c. Rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem);
d. Restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau
e. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jadi, seharusnya perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang meminum air sungai yang sudah tercemar. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada sungai tersebut.”tegas soni
Ancaman Pidana Bagi Perusahaan Pelaku Pencemaran Lingkungan
Jika pencemaran sungai oleh perusahaan tersebut mengakibatkan warga meninggal dan menimbulkan kerugian materiil yaitu matinya ikan pada kerambah warga. Maka berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH.
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan tersebut:
1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.[5]
2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar.
Pertanggungjawaban Pidana jika tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. Badan usaha; dan/atau
b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dalam huruf b di atas, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.
Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha sebagaimana dalam huruf a di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.
“Gugatan Ganti Kerugian Terhadap Akibat dari Pencemaran Lingkungan
Prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu.
Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk:
a. Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. Memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau
c. Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Mengenai kerugian yang diderita warga yaitu ikan di kerambah yang mati, masyarakat bisa mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di masyarakat.
Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.
Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kelompok terhadap perusahaan PT.Muara sawit Lestari yang telah melakukan pencemaran terhadap sungai lasi, tidak perlu melalui gugatan organisasi lingkungan hidup, karena gugatan legal standing (gugatan organisasi lingkungan hidup) dengan gugatan class action (gugatan kelompok) terkait memperjuangkan lingkungan yang baik dan sehat itu sama saja dasarnya, tetap dilindungi oleh Undang-undang No.32 Tahun 2009 Pasal 66 .
“Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata ,”tutup soni.(Team Redaksi)