Lplh-indonesia.com,Pessel,Sumbar:
Kasus alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit mendapat sorotan keras dari Ketua Umum LSM Lingkungan Hidup AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) dan LPLH-Indonesia (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia).
Soni,S.H, C.Md Ketua Umum AJPLH (Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup) dan Pendiri LPLH-Indonesia (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia) meminta kepada Ibuk Menteri Kehutanan untuk segera mengambil tindakan terhadap permasalahan ini agar tidak kembali menjadi komplik dan menimbulkan korban jiwa dan merugikan masyarakat akibat jual beli kawasan hutan tersebut.
Kasus jual beli kawasan hutan di Pessel bukan saja melibatkan para mafia tanah tetapi diduga ada juga keterlibatan oknum pejabat dan anggota DPR jadi harus perintah dari pusat langsung karena jika masih tingkat Provinsi Sumbar ada kesan tebang pilih dalam usaha penegakan hukum dan malah ditakutkan pihak terkait mendukung karena diduga mereka dapat upeti dari bisnis jual beli kawasn hutan oleh para mafia tanah,”ungkap soni.
“AR” salah seorang warga Kecamatan Ranah Pesisir menyebut kepada awak media bahwa jual beli kawasan hutan di daerah silaut,tapan dan indrapura sudah banyak menimbulkan kerugian terhadap masyarakat hingga miliyaran rupiah dan jatuhnya korban jiwa sampai nyawapun melayang.
Bukan itu saja dalam praktek jual beli kawasan hutan tersebut diduga ada melibatkan oknum-oknum terkait dengan memajukan masyarakat tempatan untuk melakukan transiksi jual beli kawasan hutan yang diolah untuk menjadi perkebunan kelapa sawit.
Terpisah “BS” seorang masyarakat indrapura mengatakan bahwa yang mengalih fungsi kawasan hutan bukan saja pengusaha dan masyarakat tetapi perusahaan juga melakukan hal yang sama tapi tidak ada tindakan tegas terhadap hal tersebut.
Malah salah seorang oknum mantan wali nagari di Indrarpura juga terlibat langsung melakukan penjualan kawasan hutan yang telah menjadi perkebunan kelapa sawit dan data serta nama oknum tersebut sudah ada sama saya,”terangnya.
Kembali soni mengatakan bahwa pada hari ini 22/07/2022 ada 5 buah alat berat yang melakukan aktivitasnya membuka di daerah kawasan hutan HPK di tapan yang diduga salah satunya adalah milik pengusaha turunan dari daerah kabupaten pasaman yang membuka lahan mencapai hingga ratusan hektar luasnya.
“Kalau untuk masyarakat tapan khususnya yang tidak punya lahan untuk hidup mereka mengolah 2 hektar sampai 4 hektar itu wajar tapi kalau sudah ratusan hektar dan diperjualbelikan ke pengusaha itu sudah tidak tidak wajar,”sebut soni.
Dan kita kasihan juga dengan masyarakat setempat yang sampai saat ini malah tidak memiliki lahan sedikitpun.
Dengan alasan tersebut kami meminta kepada kementrian lingkungan hidup dan kehutanan pusat yaitu dirjen gakkum agar segera melakukan tindakan dengan bersinergi kembali dengan polda sumbar untuk melaukan penertiban praktik jual beli kawasan hutan di pessel.
Karena sebelumnya pada juli tahun 2020 LPLH-Indonesia (Lembaga Peduli Lingkungan Hidup Indonesia) pernah membuat laporan terhadap beberapa pengusaha di daerah air bangis kabupaten pesaman sumatera barat terhadap kasus perambahan kawasan hutan tanpa izin dan lahan negara tersebut saat ini telah diambil alih oleh negara untuk menghindari konflik yang berkelanjutan
“Karena terbitnya UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 adanya keterlanjuran dalam kawasan hutan tanaman sawit dibawah 2020 bukan diatas tahun 2020, sebab yang melakukan pembukaan lahan dalam kawasan hutan di atas tahun 2020 tanpa izin itu adalah pidana,”terang soni.
Kepala KPHP Kabupaten Pesisir Selatan Syamsul Bahri yang ditemui awak media mengatakan bahwa kewenangan perizinan peralihan kawasan hutan bukanlah wewenang kami didaerah tetapi wewenang pusat.
Silahkan langsung saja konfirmasi ke gedung manggala wanabakti di jakarta terkait alih fungsi kawasan hutan PT.Incasi Raya dan anak perusahaanya yang terjadi saat ini,”ucap pak syamsul…Bersambung.(Team Lplh)